Selasa, 07 April 2009

CerPen


Kakakku Tercinta
(Tertidur damai dalam Kenanganku)

Aku gadis penyakitan yang kerjanya hanya diam dan diam. Orang di sekelilingku selalu memanggilku dengan sebutan ‘anak aneh’. Aku tidak punya teman satupun karena aku tak pernah bicara.
Bagi anak seusiaku musim hujan adalah waktu yang menyenangkan karena mereka bisa bermain di bawah siraman air hujan. Tapi tidak untukku, aku hanya bisa memandang mereka dari balik jendela kaca.
Sore itu aku duduk memandang mereka yang sedang bermain hujan-hujanan. Tiba-tiba kakakku Alan menarik tanganku. ‘Ingin aku bertanya apa yang akan kau lakukan ?’ 
Hanya dengan memandangku dia tahu apa yang ingin aku ucapkan. 
Dia berkata, “Temani aku bermain! Lagi pula apa asyiknya hanya melihat dari balik jendela”. Aku tidak menyangka aku bisa merasakan air hujan yang dulu hanya ada dalam mimpiku.
“Menyenangkan bukan ?” kak Alan bertanya padaku. Di depanku dia berlari-lari sambil tertawa.
Aku heran kenapa dia bisa seceria itu padahal penyakitnya lebih parah dariku. Tapi aku tak peduli dengan keherananku itu. Yang pasti saat ini aku merasa sangat bahagia. Sebagai gadis biasa yang berusia 6 tahun, bukan sebagai gadis penyakitan. Untuk pertama kalinya aku tertawa bebas dan untuk yang pertama kalinya mulutku mengucapkan banyak kata.
Kak Alan, anak laki-laki yang berusia 3 tahun di atasku itu sudah menjadi orang terpenting bagiku. Aku akan menyukai apa yang dia sukai dan aku akan membenci apa yang dia benci. tak terfikir olehku, setiap bersamanya aku yang hampir tak pernah bicara bisa berubah menjadi gadis yang cerewet.
Di suatu hari libur, aku menghabiskan waktu bersama kak Alan. Hari itu dia kelihatan berbeda. Wajahnya terlihat sangat pucat. Hal yang paling aku senangi saat bersamanya adalah tidur di bawah lengannya. Hari itu pun sama, aku tidur di bawah lengannya di teras rumah. Menengadah ke atas memandang langit yang biru.
“Andy, apa kau mau berjanji padaku ?” Tanya kak Alan padaku. 
“Janji apa ?” aku malah balik bertanya.
“Aku ingin sekali melihatmu berdiri di atas panggung saat kenaikan kelas. Semua orang akan bertepuk tangan atas prestasi- mu” tuturnya.  
“Ucapan kakak berbelit-belit, aku tidak mengerti”, kataku
“Aku ingin kau berjanji akan selalu menjadi yang nomor satu di sekolah. Aku ingin kau berjanji akan berusaha untuk sembuh, selalu ceria dan tidak akan menjadi anak pendiam lagi”.
“Itu terlalu sulit”.
“Aku akan sangat marah jika kau … ”
“Baiklah, aku janji”
Dia tersenyum mendengar kesediaanku itu.
“Foto…! Foto…!!
Suara itu terdengar tak jauh dari tempat kami, bahkan terdengar semakin dekat.
“Kita foto untuk kenang-kenangan, yuk…! ” ajak kak Alan
“Hmm boleh juga !” aku menganggukkan kepala.
“Bang…! Teriak kak Alan memanggil tukang foto keliling itu”
Tukang foto itu pun mendekat.
“Kami ingin difoto”, kata kak Alan
“Mau duduk atau berdiri ?” tanya tukang foto itu.
“Duduk aja Bang”, jawab Kak Alan. Aku dan kak Alan duduk berdekatan. Tangan kanannya rangkul pundakku.
Dan… suara “Klik” terdengar bersamaan dengan cahaya blitz kamera, tangan yang merangkul pundakku terlepas. Aku melihat kakakku terkulai jatuh disampingku, Matanya perlahan meredup dan semakin redup seperti tertidur pulas, kakakku tertidur untuk selamanya…… mulutku tak bisa mengucapkan satu kata pun. Sedangkan air mataku mengalir tak mau berhenti membasahi pipiku…
Sudah sepuluh tahun Kak Alan pergi… selama itu aku tak pernah melihat wajahnya. Kalau pun aku melihatnya, itu hanya dalam mimpi. 
Aku sempat marah pada Allah SWT. Kenapa kak Alan harus lahir dalam keadaan sakit. Kenapa Allah mentakdirkan dia hidup di keluarga yang biasa-biasa saja yang tak mampu mengobati sakit-nya dan kenapa dia harus pergi secepat itu. Tapi akhirnya aku sadar aku tak berhak marah pada-Nya.
Aku juga sempat membenci setiap gadis yang punya kakak laki-laki, karena aku merasa iri pada mereka. Tapi kini tidak lagi.
Aku bisa menghilangkan rasa marah dan benciku. Tapi entah kenapa aku tak bisa menghilangkan rasa takutku dengan difoto. Setiap melihat kamera, melihat kilatan Blitznya membuatku melihat wajahnya yang pucat saat itu berbaring di sampingku untuk selamanya. Aku benar-benar takut. Karena ketakutanku itu teman-temanku menyebutku ‘anak aneh’
“Kak, Datanglah dalam mimpiku malam ini !” 
Ada satu pertanyaan untukmu  
“Apa kau berpendapat sama seperti mereka ?”
“Kapan sebutan ‘anak aneh’ hilang dari diriku ?”
“Andy !”
Sebuah tangan menepuk bahuku, membuyarkan lamunanku. Saat kulihat, Ternyata Dika, laki-laki yang menghiasi hari-hariku belakangan ini. laki-laki yang aku sayangi setelah kak Alan. 
“Apa yang kau lamunkan ?” Tanya Dika
“Sebuah kenangan,” jawabku singkat mengiringi helaan nafasku yang cukup dalam. Aku masih terus berdiri di balik jendela kaca kelasku dan memandangi tetesan air hujan. Lalu kuputuskan mengajak Dika untuk bergabung dengan sobat-sobatku yang sedang asyik ngomongin cowok-cowoknya.
“Kakak… apa kau tahu, sekarang aku sudah menjadi gadis berusia 16 tahun yang tak pernah sakit-sakitan lagi, menjadi nomor satu dan punya banyak teman. Bahkan Di sisiku kini ada Dika yang selalu menyayangiku dan menjagaku.” Kataku dalam hati, kubalas genggaman erat tangan Dika membuat langkahku lebih ringan melalui hari ini dan hari-hari selanjutnya dalam hidupku…  
  


Jatiwangi, 21 Januari 07
Yati 



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Pengikut